Arab pegon, yaitu sebuah tulisan, aksara atau huruf arab tanpa lambang atau tanda baca atau bunyi-bunyi. Dalam kamus Jawa-Indonesia, pegon berarti tidak biasa mengucapkan. Kata lain dari “pegon” yaitu gundhul yang berarti kosong atau polos. Sedangkan “huruf Arab pegon” digunakan untuk menuliskan terjemahan maupun makna yang tersurat didalam kitab kuning dengan menggunakan bahasa tertentu agar supaya bisa di faham oleh halayak awam. Arab pegon identik dengan pesantren atau lebih tepatnya merupakan suwatu metode yang di gunakan di pesantren umumnya. Arab pegon sendiri adalah suwatu ungkapan yang di gunakan oleh orang jawa, ungkapan tersebut bisa berbeda-beda tergantung daerah yang menggunakannya, di sumatra kita bisa menyebut arab pegon dengan sebutan aksara arab melayu, huruf arab pegon ini merupakan suatu tulisan arab tapi menggunakan bahasa lokal. Di katakan bahasa lokal karna ternyata tulisan Arab pegon itu tidak hanya menggunakan Bahasa Jawa saja tapi juga dipakai di daerah Jawa barat dengan menggunakan Bahasa Sunda, di Sulawesi menggunakan Bahasa Bugis, dan di wilayah Sumatera menggunakan Bahasa Melayu.keberada’an arab pegon sangat erat kaitanya dengan syi’ar islam di negeri kita indonesia. Konon para ulama menggunakan metode ini untuk mempermudah penyebaran syari’at islam, selain itu arab pegon juga menjadi suatu metode yang di gunakan ulama-ulama terdahulu juga mempunyai kandungan sastra jawa yang terdapat di dalam Text arab pegon.bahasa yang di gunakan mengandung unsur sastra jawa ( ketika bahasa jawa ), mengutip dari salah satu sumber, bahwa arab pegon juga di gunakan dalam bidang sastra jawa, hal itu dapat teridentifikasi melalui bahasa jawa yang di gunakan dalam memaknai gandul yaitu bahasa jawa clasic.Selain di jadikan sebagai ungkapan sastra, arab pegon juga menjadi sebuah metode pendidikan yang unik, Bukti bahwa arab pegon merupakan sebuah metode yang di pakai oleh para ulama iyalah ratusan karya para ulama yang di jadikan buku dan buku-buku tersebut menerangkan tentang masalah ke agamaan seperti halnya yang saya temukan di toko kitap kuno di cairo yang mencetak kitap-kitap clasic ( maktabah khalabi ) di situ terdapat karangan ulama luar jawa yang menggunakan bahasa arab pegon sebagai bahasa inti di dalam karangan nya. Selain itu, keberadaan penggunaan Arab pegon di pondok pesantren terutama yang masih kuat kultur masyarakatnya, sampai saat ini masih tetap dipertahankan. Karena selama ini pesantren masih dianggap banyak membawa keberhasilan dalam segi pendidikan bahasa arab. Penerapan penerjemahan kitab kuning dengan menggunakan Arab pegon dalam pengajarannya biasa disebut dengan Ngesahi atau Ngalogat dalam menerjemahkan dan memberi makna pada Kitab Kuning.
Maseh relevankah metode seperti itu?
Melihat fakta yang ada di dalam lingkup pesantren yang notabene adalah pengguna metode clasic itu, saya kira ada sisi validitas nya dan invaliditas. Segi valid yang saya maksut disini adalah, peran besar metode Arab pegon dalam membantu pelajar untuk lebih memahami makna yg terdapat di dalam text arab, entah itu dalam bentuk kitab kuning atau kitab-kitab yang lainya. proses absahnya metode ini lebih cenderung dalam meniliti kata demi kata sehingga proses mentarkib ( istilah pelajar ) dalam membaca kitap kuning bisa di bilang teliti. Selain validitas di atas kita juga akan menemukan invaliditas di dalam metode ini yg mana seiring dengan perkembangan zaman, buku kontemporerpun saling bermunculan dan bahasa yang di gunakanpun sangat bertolak balik dengan bahasa kitab-kitab clasic. Kitab kontemporer lebih mempunyai istilah-istilah kekinian yang mana istilah tersebut masih belum bisa di artikan atau di alih bahasakan dengan menggunakan Arab pegon.
Banyak contoh-contoh dalam istilah kontemporer yang tidak bisa di alih bahasakan dengan menggunakan bahasa daerah yang cenderung lebih bisa di mengerti oleh kaum awam. Dari segi ini mungklin kita bisa memandang bahwa metode menggunakan Arab pegon sedikit lebih tidak relevan dengan masa sekarang.di pandang dari metode ini tidak bisa mencakup dalam semua aspek bahasa,banyak bahasa-bahasa kekinian yang tidak bisa di alih bahasakan. Dan juga perlu di pertimbangkan bahwa metoode arab pegon di pandang dari masa sekarang banyak yang mengatakan terlalu bertele tele dalam segi pengungkapannya. sebagian mengatakan bahwa bahasa yang seyogyanya simple akan tetapi ketika di artikan dalam menggunakan arap pegon malah menjadi panjang. Itu semua di sebabkan faktor peralihan zaman dan berpengaruh terhadap metodologi pembelajaran dan penyampaian.
Efek dari penerapan metode clasic ini.
Banyak saya temui di daerah-daerah di jawa, bahwa pengunaan metode clasic ini kurang begitu efektiv, ini berdasarkan fakta yang terdapat di dalam pesantren pada umumnya. Bahwa santri atau pelajar pada umumnya kurang bisa menangkap secara baik dengan metode seperti ini. Apalagi ketika santri tersebut berasal dari luar jawa atau luar daerah yang cenderung pemahaman bahasanya berbeda. Dari sini akan muncul proses perlambatan kemampuan dan kurang bisa menghemat waktu. Karna siswa atau pelajar yang mestinya dalam masa 1-tahun sudah bisa memahami dalam batasan tertentu terhambat oleh kurang memahaminya bahasa Arab pegon. Dan juga di dalam metode ini penjelasan tentang tata bahasa dan rumus-rumus yang terdapat di Arab pegon masih cenderung simple, jadi kurang begitu luas sehingga siswa yang berasal dari luar daerah akan terhambat di karnakan faktor bahasa yang kurang bisa di mengerti.
Faktor lainya, kurang efisiennya pemanfa’atan waktu, realita yang ada , proses pengajaran kitab-kitab kuning ala pesantren salaf cenderung memaknai satu persatu text arab dengan menggunakan arab pegon, di lanjut dengan menerangkan kandungan makna text arab. Coba ketika lebih di efisienkan maka kita akan lebih menghemat waktu dengan metode menerangkan terhadap para siswa. Semisal ada waktu sendri terhadap pembelajaran menggunakan metode Arab pegon. Ketika proses seperti itu maseh berjalan sampai sekarang apakah hasil dari metode seperti itu maseh sebesar jaman dahulu? apakah tujuan di lestarikanya metode clasic seperti itu? Apakah cukup dengan menghargai metode ulama-ulama terdahulu? Itu mungkin yang harus kita teliti lebih dalam.dengan reserch sehingga kita dapat menemukan kelemahan dari metode itu dan memperbaiki faktor-faktor yang perlu di perbaiki,seperti kata para ulama: Al mukhafadhoh ala al qodim wa al akhdzu bil jadid al aslah. Dengan begitu kita bisa menjadikan metode yang tadinya clasic bisa terlihat moderen dan manfaatnya lebih bisa terasa.
Akan tetapi kita juga tidak menafikan peran besar metode ini dalam pengembangan agama islam kita. mungkin kalkulasi yang ada hampir 80% efect metode ini sangat terlihat. di karnakan pada era dahulu cultur arab sudah masuk ke kalangan indonesia. Jadi mungkin metode yg di gunakan para ulama jaman dahulu melihat dari aspec tersebut, sehingga di pilihlah metode seperti itu yang sampai sekarang maseh di gunakan oleh pesantren.
Saya kira seperti itu unek-unek yang bisa saya ungkapkan dalam sebuah tulisan ini, semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman sekalian, jika kurang berkenang mohon maaf yang sebesar besarnya,
Nb : tulisan ini terinspirasi ketika saya membaca sebuah reserch salah seorang mahasiswa jogja yang terbentuk dalam sebuah sekripsy dalam format PDF, akan tetapi dalam srikpsy tersebut saya belom menemukan suatu terosbosan dan masukan terhadap metode clasic ini sehingga tidak bisa terjadi suartu resafle metode dari clasic di kemas menjadi modern.
Baca Selengkapnya...
Maseh relevankah metode seperti itu?
Melihat fakta yang ada di dalam lingkup pesantren yang notabene adalah pengguna metode clasic itu, saya kira ada sisi validitas nya dan invaliditas. Segi valid yang saya maksut disini adalah, peran besar metode Arab pegon dalam membantu pelajar untuk lebih memahami makna yg terdapat di dalam text arab, entah itu dalam bentuk kitab kuning atau kitab-kitab yang lainya. proses absahnya metode ini lebih cenderung dalam meniliti kata demi kata sehingga proses mentarkib ( istilah pelajar ) dalam membaca kitap kuning bisa di bilang teliti. Selain validitas di atas kita juga akan menemukan invaliditas di dalam metode ini yg mana seiring dengan perkembangan zaman, buku kontemporerpun saling bermunculan dan bahasa yang di gunakanpun sangat bertolak balik dengan bahasa kitab-kitab clasic. Kitab kontemporer lebih mempunyai istilah-istilah kekinian yang mana istilah tersebut masih belum bisa di artikan atau di alih bahasakan dengan menggunakan Arab pegon.
Banyak contoh-contoh dalam istilah kontemporer yang tidak bisa di alih bahasakan dengan menggunakan bahasa daerah yang cenderung lebih bisa di mengerti oleh kaum awam. Dari segi ini mungklin kita bisa memandang bahwa metode menggunakan Arab pegon sedikit lebih tidak relevan dengan masa sekarang.di pandang dari metode ini tidak bisa mencakup dalam semua aspek bahasa,banyak bahasa-bahasa kekinian yang tidak bisa di alih bahasakan. Dan juga perlu di pertimbangkan bahwa metoode arab pegon di pandang dari masa sekarang banyak yang mengatakan terlalu bertele tele dalam segi pengungkapannya. sebagian mengatakan bahwa bahasa yang seyogyanya simple akan tetapi ketika di artikan dalam menggunakan arap pegon malah menjadi panjang. Itu semua di sebabkan faktor peralihan zaman dan berpengaruh terhadap metodologi pembelajaran dan penyampaian.
Efek dari penerapan metode clasic ini.
Banyak saya temui di daerah-daerah di jawa, bahwa pengunaan metode clasic ini kurang begitu efektiv, ini berdasarkan fakta yang terdapat di dalam pesantren pada umumnya. Bahwa santri atau pelajar pada umumnya kurang bisa menangkap secara baik dengan metode seperti ini. Apalagi ketika santri tersebut berasal dari luar jawa atau luar daerah yang cenderung pemahaman bahasanya berbeda. Dari sini akan muncul proses perlambatan kemampuan dan kurang bisa menghemat waktu. Karna siswa atau pelajar yang mestinya dalam masa 1-tahun sudah bisa memahami dalam batasan tertentu terhambat oleh kurang memahaminya bahasa Arab pegon. Dan juga di dalam metode ini penjelasan tentang tata bahasa dan rumus-rumus yang terdapat di Arab pegon masih cenderung simple, jadi kurang begitu luas sehingga siswa yang berasal dari luar daerah akan terhambat di karnakan faktor bahasa yang kurang bisa di mengerti.
Faktor lainya, kurang efisiennya pemanfa’atan waktu, realita yang ada , proses pengajaran kitab-kitab kuning ala pesantren salaf cenderung memaknai satu persatu text arab dengan menggunakan arab pegon, di lanjut dengan menerangkan kandungan makna text arab. Coba ketika lebih di efisienkan maka kita akan lebih menghemat waktu dengan metode menerangkan terhadap para siswa. Semisal ada waktu sendri terhadap pembelajaran menggunakan metode Arab pegon. Ketika proses seperti itu maseh berjalan sampai sekarang apakah hasil dari metode seperti itu maseh sebesar jaman dahulu? apakah tujuan di lestarikanya metode clasic seperti itu? Apakah cukup dengan menghargai metode ulama-ulama terdahulu? Itu mungkin yang harus kita teliti lebih dalam.dengan reserch sehingga kita dapat menemukan kelemahan dari metode itu dan memperbaiki faktor-faktor yang perlu di perbaiki,seperti kata para ulama: Al mukhafadhoh ala al qodim wa al akhdzu bil jadid al aslah. Dengan begitu kita bisa menjadikan metode yang tadinya clasic bisa terlihat moderen dan manfaatnya lebih bisa terasa.
Akan tetapi kita juga tidak menafikan peran besar metode ini dalam pengembangan agama islam kita. mungkin kalkulasi yang ada hampir 80% efect metode ini sangat terlihat. di karnakan pada era dahulu cultur arab sudah masuk ke kalangan indonesia. Jadi mungkin metode yg di gunakan para ulama jaman dahulu melihat dari aspec tersebut, sehingga di pilihlah metode seperti itu yang sampai sekarang maseh di gunakan oleh pesantren.
Saya kira seperti itu unek-unek yang bisa saya ungkapkan dalam sebuah tulisan ini, semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman sekalian, jika kurang berkenang mohon maaf yang sebesar besarnya,
Nb : tulisan ini terinspirasi ketika saya membaca sebuah reserch salah seorang mahasiswa jogja yang terbentuk dalam sebuah sekripsy dalam format PDF, akan tetapi dalam srikpsy tersebut saya belom menemukan suatu terosbosan dan masukan terhadap metode clasic ini sehingga tidak bisa terjadi suartu resafle metode dari clasic di kemas menjadi modern.