Sabtu, 14 Februari 2009

KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN REALITA

PENDAHULUAN
Sesungguhnya kalau kita mau meneliti dengan seksama berdasarkan logika dan fakta yang ada tanpa harus melihat dari sisi lain, agama kita ini––Islam––merupakan agama yang sempurna dan universal.
Ajarannya tidak hanya melulu mengurusi masalah yang bersifat ritual saja. Karena agama inii tidak bertujuan untuk membentuk para pendeta yang buta tentang fenomena kauniah. Agama ini juga tidak mengajarkan kebahagiaan semu dengan meraih kejayaan di bidang sains, tegnologi, atau bahkan kemakmuran ekonomi semata tanpa sentuhan spiritualitas. Dan dalam Islam telah mencakup semua aspek yang apabila di aplikasikan akan memenuhi setiap rusuk tubuh manusia dengan kesejahteraan. Pun, Islam mengkonsep kemenangan dunia-akhirat dengan janji-janji Allah yang telah disebutkan dalam al Qur'an tentang kejayaan Islam. Dan ini semua––kejayaan dan kemenangan––tidak akan bisa terealisasikan tanpa adanya kesehatan jasmani dan ruhani. Dari itu, Islam pun menyariatkan penjagaan tubuh, sehingga terbebas dari penyakit. Kita juga bisa melihat dari WHO (world health organitation), Organisasi Kesehatan Dunia. Ketika ada lembaga semacam ini, kita bisa ambil kesimpulan bahwa kesahatan itu sangatlah penting bagi kehidupan kita, baik kesehatan secara fisik, mental, dll. Masalah kesehatan memang menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kemajuan sumber daya suatu bangsa. Ambil contoh "Human Development Index" misalnya, menyertakan kesehatan jadi salah satu indikatornya di samping pendidikan dan ekonomi. Pendahuluan di atas merupakan secuil pengertian, bahwa kesehatan itu sangatlah di jaga dan sangat penting di dalam Islam. Adapun dalil yang menjadi dalalah atas pentingnya kesehatan di dalam Islam, ialah dalil dari al Qur'an dan al Sunnah.dengan wajhu al dalalahnya.
Seperti firman Allah: saya tidak menyertakan ayatnya di karnakan web ini tidak bisa menerima ( al baqorog No,ayat 180).
Wajhu al dalalah: melihat dhahirnya ayat al Qur'an di atas, diperbolehkannya iftar bagi orang yang terkena penyakit, sehingga mengakibatkan tidak mampunya menjalankan ibadah puasa Ramadhan, dan begitu juga di perbolehkannya iftar bagi orang yang bepergian dengan uzur masyaqqatu al safar. Dan illat dari keduanya adalah masyaqqah ( masyaqqah maridh dan masyaqqah safar ). Dari ayat di atas, kita bisa melihat bahwa Allah itu memberi rukhsah (dispensasi––ed) bagi orang yang sakit dan orang yang bepergian dengan diperbolehkannya iftar, itu menunjukkan bahwa Islam itu sangat menjaga kesehatan.Penjelasan di syari'atkannya berobat dan hukumnya.penyakit juga memberi obatnya kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya. Orang itu bertanya: apa itu wahai utusan Allah? Nabi menjawab: penyakit tua.Hadist di atas menjadi dalil yang sangat jelas bahwa berobat itu di syariatkan. Dan hukum asl dari berobat adalah sunnah menurut jumhur al ulama, mulai dari Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah . Akan tetapi, hukum asli tersebut juga bisa berubah dalam kondisi tertentu. Berikut ini adalah uraian bebarapa komentar para fuqaha'.
PENJELASAN DI SYARIATKANYA BEROBAT DAN HUKUMNYA,
al Mukhafadah ala al Nafsi itu adalah perkara yang di syari'atkan, dan manusia di perintahkan untuk menjaga kesehatan dengan menggunakan perantara pengobatan, karna pengobatan itu identik dengan pencegahan atau menanggulangi datangnya penyakit yang tentunya dengan izin Allah. Manusia diharuskan untuk berobat yang bisa menjadikan sehat dari keadaan yang tidak sehat, sehingga menjadi kuat. Seperti hadist yang di riwayatkan oleh imam Tirmidzi:
Datang salah seorang kepada nabi dan dia berkata: wahai utusan Allah apakah aku harus berobat? Jawab nabi: iya, wahai hamba Allah berobatlah, karna Allah Swt. memberi
Melihat dari pentingnya kesehatan di dalam Islam, maka penulis akan sedikit menjelaskan tentang di syariatkannya menjaga kesehatan lewat pengobatan. Adapun penjelasan yang akan saya uraikan adalah masalah di syariatkannya berobat dan hukum asli berobat menurut para fuqaha'.Menurut ibnu Taimiyah, masalah seperti itu (berobat) di hukumi wajib apabila dengan menghindari berobat bisa mengakibatkan hilangnya nyawa atau madharat pada diri sendiri, semisal ahli kedokteran telah memfonis bahwa penyakit pasien bisa sembuh apabila mengkonsumsi obat yang sudah di anjurkan oleh dokter dan kemungkinan sembuhnya itu sangatlah besar. Fakta seperti ini di hukumi wajib berobat bagi pasien. Hukum wajib ini telah disepakati oleh jumhur ulama dari kalangan Syafiiyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.
Selanjutnya, berobat di hukumi sunnah.apabila fonis dari dokter masih fifty-fifty, antara kemungkinan sembuh dan kemungkinan tidak sembuh. Dan di hukumi makruh apabila kemungkinan untuk sembuh itu sangatlah tipis. Hukum yang ketiga bisa dikatakan perkara yang tidak ada artinya . Dan dalam hukum yang ketiga ini di anjurkan tawakal kepada allah dengan meninggalkan berobat. Akan tetapi imam ibnu Hambal berbeda tentang hukum berobat. Beliau mengatakan bahwa hukum berobat itu adalah makruh. Dan beliau lebih menitik beratkan tawakal terhadap Allah. Dan beliau menambahi bahwa meninggalkan berobat dengan tawakal itu lebih utama. Akan tetapi akan timbul pertanyaan apakah dengan berobat akan menafikan tawakal? Para ulama mengomentari bahwa berobat itu juga tidak menafikan tawakal.

PENGAPLIKASIAN HUKUM DALAM REALITA SEKARANG.
Seperti yang kita ketahui saat ini, harga-harga obat semakin melambung tinggi dan biaya pengobatan juga tentulah sangat mahal. Dari sini akan timbul pengaplikasian hukum dengan realita saat ini, dihukumi apakah orang yang tidak mampu membeli obat atau berobat? Apakah hukum sunnah masih berlaku pada konteks fakta seperti itu? Memandang dari realita yang ada, maka penulis akan mencoba mengaplikasikan hukum-hukum yang ada dengan fakta di atas. Dalam menyikapi persoalan di atas, ada kemungkinan dua pihak yang perlu di titik beratkan: pihak pemerintah dan indifidu masing-masing. Dalam hal ini, pemerintah sangat bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya, bisa juga di katakan wajib hukumnya, untuk menfasilitasi dengan menyediakan obat-obatan yang bisa terjangkau dan tenaga ahli kedokteran. Dalam surat kabar yg pernah saya baca. menyebutkan bahwa pemerintah sangat minim mempunyai orang-orang yang benar ahli dalam bidang kedokteran. Kalkulasi yang ada menyebutkan bahwa tenaga kerja dokter di Indoesia saat ini mencapai 70.000 dengan spesifikasi, 10.000 dokter sepesialis dan 60.000 dokter umum. Itu menunjukkan bahwa pemerintah kurang respek terhadap masarakatnya, sehingga ini bisa menjadi dampak yang fatal bagi kesejahteraan masyarakat. Melihat jumlah penduduk Indonesia yang berjuta-juta jumlahnya dan dengan adanya tenaga ahli kedokteran seperti itu, jelaslah tidak memadai. Dengan ketidakberdayaan pemerintah menfasilitasi tenaga ahli kedokteran itu bisa berdampak pada harga obat yang secara bertahap mendapati kenaikan. Dan fakta seperti itu bisa di hukumi makruh berobat bagi orang yang tidak mampu untuk membeli obat atau tidak mampu menangung biyaya pengobatan. Dengan alasan biaya yang terlalu mahal dan tidak bisa terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah, ini bisa di kategorikon masyaqqah (kesusahan) yang menjadikan hukum berobat, yang tadinya sunnah, jadi makruh di karnakan faktor ketidakmampuan menangung biaya. Kita juga bisa mengkiyaskan dengan kaidah fiqhiyah, al dhoror la yuzalu bi al dhoror (bahaya tidak boleh di hilangkan dengan bahaya lain) karena dengan mengeluarkan uang yang jumlahnya tinggi bisa memberi mudharat, sehingga bukannya menghilangkan mudharat malah bisa-bisa menambahnya. Maka, menurut penulis masalah tersebut bisa dikiyaskan dengan kaidah di atas. kalau kita memaksakan untuk berobat dengan biaya yang mahal, malah nantinya akan membuat ekonomi kita kekurangan. Dan hal ini sangatlah berakibat fatal bagi kehidupan kita yang akan datang. Maka, penulis memberi saran dengan mengambil qaulnya (ucapan) Ahmad bin Hambal bahwa hukum berobat––dalam permasalah ini––hukumnya makruh di karnakan itu bisa menambah mudharat dengan mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Maka, dalam situasi seperti ini tawakal ala allah (berpasrah kepada allah) itu menjadi perkara yang dianjurkan menurut imam Ahmad bin Hambal.
Saya kira cukup sampai di sini saya akhiri tulisan saya dengan berharap semoga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi saya dan tentunya juga bagi orang lain. Semoga dapat menjadikan suatu yang mendapat barakah, amin.

Daftar pustaka:
1. al-Qur'anu al Karim
2. Qadlaya Muasirh, Prof. Dr. Saif Ragab Jamil
3. Qadlaya Muasirah diktat fak. Syariah tk.1
4. Qulyubi wa Amirah, Sihabudin al Qulyubi dan Syaikh Amirah
5. Ihya Ulumu al-Din, imam al-Ghazali
6. al-Asybah wa al-Nadzair, imam Suyuthi
7. Sunan Tirmidzi
Baca Selengkapnya...